Sunday 30 June 2013

teknik pembuatan tahu

makalah keju

KEJU

     Keju (dipinjam dari bahasa Portugis, queijo) adalah sebuah makanan yang dihasilkan dengan memisahkan zat-zat padat dalam susu melalui proses pengentalan atau koagulasi. Proses pengentalan ini dilakukan dengan bantuan bakteri atau enzim tertentu yang disebut rennet. Hasil dari proses tersebut nantinya akan dikeringkan, diproses, dan diawetkan dengan berbagai macam cara. Kandungan Gizi Keju harus selalu disajikan bersuhu ruangan dan bukan keju dingin langsung dari lemari pendingin Hanya keju yang bersuhu ruanganlah yang dapat mengembangkan rasanya dengan baik. Hal ini tidak berlaku pada keju yang tidak melalui proses pematangan. Keju harus dipotong sebelum penyajian agar keju tidak menjadi kering. A. Lemak Lemak memberikan rasa dan tekstur yang unik pada keju. Kandungan lemak pada keju berbeda-beda pada satu jenis keju dengan yang lainnya. Keju segar memiliki kandungan lemak hingga 12%.Sedangkan kandungan lemak pada keju yang sudah dimatangkan berkisar antara 40-50%. B. Protein Keju memiliki kandungan protein sebesar 10-30%. Protein ini didapatkan dari kasein yang dimodifikasi. Saat proses pematangan, protein dipecah menjadi oligopeptide dan asam amino. Proses ini berpengaruh terhadap struktur dan rasa dari keju. Proses degradasi protein disebut proteolisis dan karena proses inilah maka protein menjadi mudah dicerna. C. Mineral Keju sangat kaya akan kalsium, fosfor dan seng. Satu ons keju mengandung sekitar 200ml kalsium. Kandungan kalsium pada keju akan berbeda, tergantung pada apakah keju tersebut dikoagulasi menggunakan enzim atau asam. Keju yang dikoagulasi menggunakan enzim mengandung kalsium dua kali lebih banyak dibandingkan dengan yang menggunakan asam. Keju juga kaya akan sodium, karena penambahan garam saat proses pembuatannya. D. Vitamin Saat susu murni digunakan untuk membuat keju, vitamin A dan D yang larut dalam lemak tinggal pada dadih. Namun, banyak vitamin yang larut dalam air yang hilang terbawa air dadih. Hanya sekitar seperempat dari riboflavin (vitamin B2) dan seperenam dari tiamina (vitamin B1) yang tinggal pada keju Cheddar, sedangkan niasin, vitamin B6, vitamin B12, biotin, asam pantothenic, dan folat terbawa bersama air dadih. E. Laktosa Kandungan laktosa pada keju sangatlah kecil, yaitu berkisar 4.5-4.7%.Hal ini dikarenakan dalam prosesnya sebagian besar laktosa dalam susu keluar bersama air dadih dan yang tersisa diubah menjadi asam laktat saat proses pematangan. Karena itu, keju merupakan makanan yang aman dikonsumsi oleh orang yang memiliki intoleransi laktosa dan penderita diabetes. 

 ALAT DAN BAHAN PEMBUATAN KEJU 
A. ALAT 
         Termometer Kain saring Cetakan Kompor panci 

 B. BAHAN 
      Susu segar Rennet Starter air 

     Ada lima tahapan utama dalam pembuatan keju. Tahapan-tahapan tersebut adalah: 
A. Pengasaman 
      Susu dipanaskan agar bakteri asam laktat, yaitu Streptococcus and Lactobacillus dapat tumbuh. Bakteri-bakteri ini memakan laktosa pada susu dan merubahnya menjadi asam laktat. Saat tingkat keasaman meningkat, zat-zat padat dalam susu (protein kasein, lemak, beberapa vitamin dan mineral) menggumpal dan membentuk dadih.
 B. Pengentalan 
     Bakteri rennet ditambahkan ke dalam susu yang dipanaskan yang kemudian membuat protein menggumpal dan membagi susu menjadi bagian cair (air dadih) dan padat (dadih). Setelah dipisahkan, air dadih kadang-kadang dipakai untuk membuat keju seperti Ricotta dan Cypriot hallumi namun biasanya air dadih tersebut dibuang. Dadih keju dihancurkan menjadi butiran-butiran dengan bantuan sebuah alat yang berbentuk seperti kecapi, dan semakin halus dadih tersebut maka semakin banyak air dadih yang dikeringkan dan nantinya akan menghasilkan keju yang lebih keras. Rennet mengubah gula dalam susu menjadi asam dan protein yang ada menjadi dadih. Jumlah bakteri yang dimasukkan dan suhunya sangatlah penting bagi tingkat kepadatan keju. Proses ini memakan waktu antara 10 menit hingga 2 jam, tergantung kepada banyaknya susu dan juga suhu dari susu tersebut. Sebagian besar keju menggunakan rennet dalam proses pembuatannya, namun zaman dahulu ketika keju masih dibuat secara tradisional, getah daun dan ranting pohon ara digunakan sebagai pengganti rennet. 
C. Pengolahan 
     Setelah pemberian rennet, proses selanjutnya berbeda-beda. Beberapa keju lunak dipindahkan dengan hati-hati ke dalam cetakan. Sebaliknya pada keju-keju lainnya, dadih diiris dan dicincang menggunakan tangan atau dengan bantuan mesin supaya mengeluarkan lebih banyak air dadih. Semakin kecil potongan dadih maka keju yang dihasilkan semakin padat. 
D. Persiapan Sebelum Pematangan Sebelum pematangan, 
     dadih akan melalui proses pencetakan, penekanan, dan pengasinan. Saat dadih mencapai ukuran optimal maka ia harus dipisahkan dan dicetak. Untuk keju-keju kecil, dadihnya dipisahkan dengan sendok dan dituang ke dalam cetakan, sedangkan untuk keju yang lebih besar, pengangkatan dari tangki menggunakan bantuan sehelai kain. Sebelum dituang ke dalam cetakan, dadih tersebut dikeringkan terlebih dahulu kemudian dapat ditekan lalu dibentuk atau diiris. Selanjutnya, keju haruslah ditekan sesuai dengan tingkat kekerasan yang diinginkan. Penekanan biasanya tidak dilakukan untuk keju lunak karena berat dari keju tersebut sudah cukup berat untuk melepaskan air dadih, demikian pula halnya dengan keju iris karena berat dari keju tersebut juga menentukan tingkat kepadatan yang diinginkan. Meskipun demikian, sebagian besar keju melewati proses penekanan. Waktu dan intensitas penekanan berbeda-beda bagi setiap keju. Penambahan garam dilakukan setelah keju dibentuk agar keju tidak terasa tawar, dan terdapat empat cara yang berbeda untuk mengasinkan keju. Bagi beberapa keju, garam ditambahkan langsung ke dalam dadih. Cara yang kedua adalah dengan menggosokkan atau menaburkan garam pada bagian kulit keju, yang akan menyebabkan kulit keju terbentuk dan melindungi bagian dalam keju agar tidak matang terlalu cepat. Beberapa keju-keju yang berukuran besar diasinkan dengan cara direndam dalam air garam, yang menghabiskan waktu berjam-jam sehingga berhari-hari. Cara yang terakhir adalah dengan mencuci bagian permukaan keju dengan larutan garam; selain memberikan rasa, garam juga membantu menghilangkan air berlebih, mengeraskan permukaan, melindungi keju agar tidak mengering serta mengawetkan dan memurnikan keju ketika memasuki proses maturasi. 
E. Pematangan Pematangan (ripening) 
       adalah proses yang mengubah dadih-dadih segar menjadi keju yang penuh dengan rasa Pematangan disebabkan oleh bakteri atau jamur tertentu yang digunakan pada proses produksi, dan karakter akhir dari suatu keju banyak ditentukan dari jenis pematangannya. Selama proses pematangan, keju dijaga agar berada pada temperatur dan tingkat kelembaban tertentu hingga keju siap dimakan. Waktu pematangan ini bervariasi mulai dari beberapa minggu untuk keju lunak hingga beberapa hari untuk keju keras seperti Parmigiano-Reggiano. Beberapa teknik sebelum proses pematangan yang dapat dilakukan untuk mempengaruhi tekstur dan rasa akhir keju: Stretching : Dadih diusung dan lalu diadoni dalam air panas untuk menghasilkan tekstur yang berserabut. Contoh keju yang melewati proses ini adalah keju Mozzarella dan Provolone. Cheddaring :Dadih yang sudah dipotong kemudian ditumpuk untuk menghilangkan kelembaban. Dadih tersebut lalu digiling untuk waktu yang cukup lama. Contoh keju yang mengalami proses ini adalahkeju Cheddar dan Keju Inggris lainnya. Pencucian : Dadih dicuci dalam air hangat untuk menurunkan tingkat keasamannya dan menjadikannya keju yang rasanya lembut. Contoh keju melewati proses pencucian adalah keju Edam, Gouda, dan Colby. Pembakaran : Bagi beberapa keju keras, dadih dipanaskan hingga suhu 35 °C(95 °F)-56 °C(133 °F) yang kemudian mengakibatkan butiran dadih kehilangan air dan membuat keju menjadi lebih keras teksturnya. Proses ini sering disebut dengan istilah pembakaran (burning). Contoh keju yang dipanaskan ulang adalah keju Emmental, keju Appenzeller dan Gruyère.
 F. Penyimpanan 
      Semakin keras suatu keju dan semakin lama proses pematangannya maka keju tersebut akan bertahan lebih lama. Cottage cheese dapat bertahan selama seminggu, sedangkan keju Parmesan yang belum dipotong dapat bertahan hingga setahun atau lebih. Keju lembut seperti Brie, Camembert dan Liederkranz tidak dapat bertahan lama. Keju-keju tersebut adalah keju yang langka karena umurnya hanya satu minggu setelah keju itu matang dan sebelum menjadi terlalu matang. Keju lainnya tidak terlalu sulit dalam penyimpanannya selama ditaruh di dalam lemari pendingin dan dibungkus plastik. Saat penyimpanan di lemari pendingin, bungkus plastik harus melekat dengan baik pada keju sehingga keju tidak menjadi cepat kering. Keju sebaiknya disimpan di rak bagian bawah kulkas, jauh dari makanan dengan bau yang tajam, untuk menghindari meresapnya bau dan rasa yang tidak diinginkan. Keju Bocconcini dari Kanada dan keju Feta sebaiknya disimpan dalam air garam. Berikut ini adalah waktu ketahanan keju-keju setelah dibuka dan tidak ditaruh di lemari pendingin: • Keju segar : beberapa hari hingga dua minggu lebih • Keju lunak : dua minggu bila ditaruh dalam bungkus plastik • Keju semi-lunak : dua hingga empat minggu • Keju keras : lima minggu hingga beberapa bulan • Keju sangat keras : lebih dari satu tahun Berdasarkan tekstur,keju dibagi 4 macam : -Keju keras: Maksimum kadar air pada keju tipe ini adalah 56%, semakin sedikit kadar air dalam keju maka keju akan semakin keras. Walaupun begitu, tidak semua keju tipe ini memiliki tekstur yang keras, sebagai contoh keju Edam lebih lunak dari keju Parmesan dan bisa dengan mudah diiris sedangkan Parmesan harus diparut. -Keju iris: Maksimum kadar air pada keju iris berkisar antara 54-63% dan karenanya menjadi matang lebih cepat dan lebih mudah diiris dibandingkan keju keras. -Keju iris semi keras: Kadar air pada keju jenis ini berkisar antara 61-69%, dan sebagian besar keju ini diproduksi dengan krim rendah kalori. Lama pematangan pada keju-keju tipe ini berbeda-beda, sebagai contoh keju iris semi keras adalah Roquefort, Tetilla, dan Weisslacker. -Keju lunak: Keju lunak memiliki kadar air lebih dari 67%. Karena banyaknya air pada keju ini, maka kadar lemak yang terdapat pada keju ini pun lebih rendah dibandingkan dengan keju yang lebih keras.

ppt kejuu

Your SlideShare account is not yet verified.
We have emailed you a verification link at fitri_sinupid@gmail.com. Please click the link to verify your account.

Monday 8 April 2013

MAKALAH CACING TAMBANG


Makalah Parasitologi
CACING TAMBANG


Di susun oleh :

NURUL FITRI (10117011)


Dosen Pembimbing : Suryani Siregar,S.Pd





FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PRODI BIOLOGI
UNIVERSITAS ABULYATAMA
TAHUN AJARAN 2012/2013


Kata Pengantar


Bismillahirramanirrahim...                              

            Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat ALLAH S.W.T yang telah memberikan rahmat  karunia dan petunjuk-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah parasitologi ini yang berjudulCACING TAMBANG”. Shalawat dan salam kami sampaikan kepada Nabi Muhammad S.A.W yang telah membawa umatnya dengan ajaran yang disempurnakan dan mulia sebagai pedoman hidup.

Makalah ini kami susun dengan tujuan untuk memenuhi kegiatan belajar-mengajar. Ucapan terimah kasih kami kepada dosen pembimbing mata kuliah Parasitologi ibu Suryani Siregar, S.Pd yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.Isi makalah ini kami dapat dari beberapa sumber media internet dan beberapa buku yang telah kami pertimbangkan sebelumnya.

            Penulis menyadari bahwa hasil penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mohon maaf jika terdapat kekurangan atau kekeliruan dalam makalah ini. Dan penulis sangat mengharapkan saran-saran dari berbagai pihak untuk kemajuan dan perbaikan dimasa yang akan datang.





                                                                                            Lampoh Keude, 14 November 2012
                                                                                            Penulis



            Kelompok  7









Daftar Isi


Kata pengantar.......................................................................................................i
Daftar isi.................................................................................................................ii
BAB I Pendahuluan................................................................................................1
1.1  Latar belakang …………………………………………………….....1
1.2  Tujuan penulisan ……………………………………………………...2
1.3  Manfaat penulisan …………………………………………………....2
BAB II Pembahasan ……………………………………………………………..3
            2.1 Sejarah Cacing Tambang …………………………………………….3
            2.2 Morfologi Cacing Tambang ……………………………………….....4
            2.3 Epidemiologi ………………………………………………………,..4
            2.4 Siklus Hidup Cacing Tambang …………………………………..…..5
            2.5 Patologi dan Gejala Klinis ……………………………………..….....5
            2.6 Pencegahan ………………………………………………………....6
BAB III Penutup ………………………………………………………………..8
            3.1 Kesimpulan …………………………………………………………8
            3.2 Saran …………………………………………………………….....9
Daftar Pustaka …………………………………………………………………10

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar belakang
Parasitologi merupakan ilmu yang berisi kajian tentang organisme (jasad hidup) yang hidup dipermukaan atau didalam tubuh organisme lain untuk sementara waktu atau selama hidupnya, dengan cara mengambil sebagian atau seluruh fasilitas hidupnya dari organisme lain tersebut (Parasitologi kedokteran, 2010).

Parasitisme merupakan hubungan antara dua organisme, yang satu diantaranya mendapat keuntungan dan yang lain dirugikan. Helmintologi adalah ilmu yang mempelajari parasit yang berupa cacing. Stadium dewasa cacing-cacing yang termasuk Nemethelminthes (kelas nematoda) berbentuk bulat memanjang dan pada potongan transversal tampak rongga badan dan alat-alat. Cacing ini memiliki alat kelamin terpisah (Parasitologi kedokteran, 1998).
Nematoda intestinal yaitu nematode yang berhabitat disaluran pencernaan manusia. Manusia merupakan hospes beberapa nematoda usus. Sebagian besar daripada nematoda ini menyebabkan masalah kesehatan masyarakat. Infeksi cacing ini dapat ditularkan melaui vektor atau kontak langsung.
Diantara nematoda intestinal terdapat sejumlah spesies yang ditularkan melalui tanah dan disebut “soil transmitted helmints”, yaitu nematoda yang siklus hidupnya untuk mencapai stadium infektif, memerlukan tanah dalam kondisi tertentu. Salah satu nematoda golongan Soil Transmitted Helmints adalah jenis cacing tambang (Necator americanus dan Ancylostoma duodenale).
Tanah yang baik untuk pertumbuhan larva adalah tanah gembur (pasir, humus) dengan suhu optimum untuk Necator americanus 28o – 32oC, sedangkan Ancylostoma duodenale lebih rendah 23o – 25oC. pada umumnya A.duodenale lebih kuat.


1.2 Tujuan penulisan
Tujuan yang hendak dicapai dalam makalah ini adalah untuk mengetahui siklus hidup cacing tambang, dan mengetahui bagaimana cara pencegahan infeksi cacing tambang.
1.3 Manfaat penulisan
Manfaat yang dapat diperoleh dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Membantu mahasiswa untuk memahami tentang cacing tambang.
2.      Sebagai salah satu syarat dalam memperoleh nilai mata kuliah parasitology.


BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Cacing Tambang
Cacing tambang diberi nama “cacing tambang” karena pada zaman dahulu cacing ini ditemukan di Eropa pada pekerja pertambangan, yang belum mempunyai fasilitas sanitasi yang memadai. (Parasitologi kedokteran, 1998). Necator americanus banyak ditemukan di Amerika, Sub-Sahara Afrika, Asia Tenggara, Tiongkok, and Indonesia, sementara A. duodenale lebih banyak di Timur Tengah, Afrika Utara, India, dan Eropa bagian selatan. Sekitar seperempat penduduk dunia terinfeksi oleh cacing tambang. Infeksi paling sering ditemukan di daerah yang hangat dan lembab, dengan tingkat kebersihan yang buruk. bentuk infektif dari cacing tersebut adalah bentuk filariform. Setelah cacing tersebut menetas dari telurnya, munculah larva rhabditiform yang kemudian akan berkembang menjadi larva filariform.
Taksonomi dari cacing tambang
Phylum : Nemathelminthes
Kelas : Nematoda
Sub kelas : Secernantea
Ordo : Strongylida
Famili : Ancylostomatidae
Genus : Ancylostoma dan Necator 
Spesies : Ancylostoma duodenale       (Afrika)
               Necator americanus             (Amerika)



2.2  Morfologi Cacing Tambang
Cacing dewasa hidup di rongga usus halus manusia, dengan mulut yang melekat pada mukosa dinding usus. Ancylostoma duodenale ukurannya ebih besar dari Necator americanus. Yang betina ukurannya 10-13 mm x 0,6 mm, yang jantan 8-11 x 0,5 mm, bentuknya menyerupai huruf C, Necator americanus berbentuk huruf S, yang betina 9 – 11 x 0,4 mm dan yang jantan 7 – 9 x 0,3 mm. Rongga mulut A.duodenale mempunyai dua pasang gigi, N.americanus mempunyai sepasang benda kitin. Alat kelamin jantan adalah tunggal yang disebut bursa copalatrix. A.duodenale betina dalam satu hari dapat bertelur 10.000 butir, sedang N.americanus 9.000 butir. Telur dari kedua spesies ini tidak dapat dibedakan, ukurannya 40 – 60 mikron, bentuk lonjong dengan dinding tipis dan jernih. Ovum dari telur yang baru dikeluarkan tidak bersegmen. Di tanah dengan suhu optimum23oC - 33oC, ovum akan berkembang menjadi 2, 4, dan 8 lobus.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgmOb6q2Aqx0sOtsv0vZesWvl6dZe17CRne1FmckvZwboomxdY1lT3bZiGRTd4Ww1d2KDHbaKTeHvI0Q9WvrqkohPmHwgZNlNZYMGLYSghd1qy-ZG_8DjMANmiXyepVJC45-ZsGddQzxQc/s400/CACING+JANTAN.jpg
2.3 Epidemiologi
Kejadian penyakit ini di Indonesiasering ditemukan terutama di daerah pedesaan, khususnya di perkebunan atau pertambangan. Cacing ini menghisap darah hanya sedikit namun luka-luka gigitan yang berdarah akan berlangsung lama, setelah gigitan dilepaskan dapat menyebabkan anemia yang lebih berat. Kebiasaan buang air besar di tanah dan pemakaian tinja sebagai pupuk kebun sangat berperan dalam penyebaran infeksi penyakit ini (Gandahusada, 1998). Tanah yang baik untuk pertumbuhan larva adalah tanah gembur (pasir, humus) dengan suhu optimum 32oC – 38oC. Untuk menghindari infeksi dapat dicegah dengan memakai sandal atau sepatu bila keluar rumah .
2.4  Siklus Hidup Cacing Tambang
Telur - larva rabditiform -larva filariform - menembus kulit - kapiler darah- jantung kanan                 -paru -bronkus- trakea- laring- esopghagus- usus halus.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgdIxGgzOMm1HbsiHM-uN0WnR9SkvqCu622yTDS7WNNorEi22U_xsK9BjRApfWlzC2Afm-ftUOA-C849cf6VStjrClF2eVOdg14B_68-NPTHTnkDbGaX-YUZyvt0LNfGMCOeOsLwcqZvsS8/s320/ANKILOSTOMA+DUODENALE+CYCLUS.bmp

            Telur keluar bersama tinja, dalam waktu 1 – 2 hari telur akan berubah menjadi larva rabditiform (menetas ditanah yang basah dengan temperatur yang optimal untuk tumbuhnya telur adalah 23 – 300 C. Larva rabditiform makan zat organisme dalam tanah dalam waktu 5 – 8 hari membesar sampai dua kali lipat menjadi larva filariform, dapat tahan diluar sampai dua minggu, bila dalam waktu tersebut tidak segera menemukan host, maka larva akan mati. larva filariform masuk kedalam tubuh host melalui pembuluh darah balik atau pembuluh darah limfa, maka larva akan sampai ke jantung kanan. Dari jantung kanan menuju ke paru – paru, kemudian alveoli ke broncus, ke trakea dan apabila manusia tersedak maka larva akan masuk ke oesophagus lalu ke usus halus (siklus ini berlangsung kurang lebih dalam waktu dua minggu).
2.5  Patologi dan Gejala Klinis
1.      Stadium larva
Bila banyak filariform sekaligus menembus kulit, maka terjadi perubahan kulit yang disebut ground itch, dan kelainan pada paru biasanya ringan.

2.      Stadium dewasa
Gejala tergantung pada:
a.       Spesies dan jumlah cacing
b.      Keadaan gizi penderita
Gejala klinik yang timbul bervariasi bergantung pada beratnya infeksi, gejala yang sering muncul adalah lemah, lesu, pucat, sesak bila bekerja berat, tidak enak perut, perut buncit, anemia, dan malnutrisi.
Tiap cacing Necator americanus menyebabkan kehilangan darah sebanyak 0,005 – 0,1 cc sehari, sedangkan A. duodenale 0,08 – 0,34 cc. biasanya terjadi anemia hipokrom mikrositer. Disamping itu juga terdapat eosinofilia.
Anemia karena Ancylostoma duodenale dan Necator americanus biasanya berat. Hemoglobin biasanya dibawah 10 (sepuluh) gram per 100 (seratus) cc darah jumlah erythrocyte dibawah 1.000.000 (satu juta)/mm3. Jenis anemianya adalah anemia hypochromic microcyic.
Bukti adanya toksin yang menyebabkan anemia belum ada biasanya tidak menyebabkan kematian, tetapi daya tahan berkurang dan prestasi kerja menurun.
2.6 Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan cara Sanitasi lingkungan, diantaranya:
1.   Hindari berjalan keluar rumah tanpa memakai alas kaki
Kebiasaan tidak memakai alas kaki merupakan faktor resiko yang kuat untuk terjadinya infeksi cacing tambang. 
2.      Cuci tangan sebelum makan
cuci tangan, pekerjaan ini adalah Awal yang terpokok jika anda ingin tetap sehat. Dimanapun dan kapanpun selalau ada bakteri atau mikroorganisme yang siap masuk melawan tubuh kita 70 % perantara yang tepat adalah dari tangan, untuk itu cuci tangan adalah salah satu tindakan preventif yang sangat tepat.

3.      Hindari pemakaian feces manusia sebagai pupuk pada sayuran
Jika sayuran yang dimakan tidak bersih maka larva cacing akan ikut termakan karena sayuran dipupuk menggunakan feces manusia yang telah terinfeksi.
4.      Jika anda Ibu, awasi dan jaga anak anda main di Tanah
Dari sifat hidupnya, cacing tambang hidup pada tanah, sangat cepat menular melalui kulit, melewati epidermis kulit teratas hingga terakhir, anak – anak tentulah sangat mudah untuk dijadikan media untuk hidup si cacing tambang. Untuk itu perlu awasi anak anda saat bermain di tanah atau di halaman rumah yang memungkinkan adanya cacing tambang. Jika terlanjur memanjakan anak anda, lakukan kegiatan prefentif yaitu bersihkan seluruh badan anak dari tanah sehabis main.
5.      Bersih Pakaian dan tempat
Mikroba penyebab infeksi ada dimana – mana, bahkan tempat maupun pakaian kita yang terlihat bersihpun bisa saja terdapat kuman – kuman yang membahayakan kesehatan. Dengan demikian Kebersihan atau sanitasi dan higienis tempat anda sangat diperlukan untuk mempertahankan kesehatan anda dan keluarga.



BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Cacing tambang yang menginfeksi manusia adalah Necator americanus dan Ancylostoma duodenale. Cacing ini berhabitat di usus halus manusia. Necator Americanus menyebabkan Necatoriasis dan A.duodenale menyebabkan Ankilostomiasis.
Dalam sehari N. americanus dapat bertelur 9.000 butir dan A.duodenale 10.000 butir. Telur yang keluar bersama tinja manusia ditanah akan menetas setelah 1-1,5 hari, keluarlah larva rabditiform. Dalam waktu kira-kira 3 hari larva rabditiform akan tumbuh menjadi larva fiariform, dan dapat hidup selama 7-8 minggu didalam tanah. Larva filariform inilah bentuk infektif cacing tambang ini yang dapat menembus kulit manusia. larva filariform masuk kedalam tubuh manusia melalui pembuluh darah balik atau pembuluh darah limfa, maka larva akan sampai ke jantung kanan. Dari jantung kanan menuju ke paru – paru, kemudian alveoli ke broncus, ke trakea dan apabila manusia tersedak maka larva akan masuk ke oesophagus lalu ke usus halus dan menjadi dewasa (siklus ini berlangsung kurang lebih dalam waktu dua minggu). 
Infeksi ini terjadi didaerah yang hangat dan lembab, dengan tingkat kebersihan yang buruk. Infeksi cacing ini disebabkan oleh kebiasaan masyarakat desa yang BAB di tanah dan pemakaian feces manusia sebagai pupuk. Selain lewat kaki, cacing tambang juga bias masuk kedalam tubuh manusia melalui makanan yang masuk ke mulut.
Gejala yang ditimbulkan, stadium larva menyebabkan kelainan pada kulit (ground itch). Stadium dewasa tergantung dari spesies dan jumlah cacing serta keadaan gizi penderita.
Pengobatan dapat dilakukan dengan memberikan tambahan zat besi per-oral atau suntikan zat besi, jika kasus berat dapat diberikan tranfusi darah, dan jika kondisi penderita stabil dapat diberikan pirantel pamoat dan mabendazol yang digunakan beberapa hari berturut-turut. Pencegahan yang paling utama yaitu dengan sanitasi lingkungan dengan menjaga pola hidup bersih.


3.2 Saran
1. Menjaga pola hidup bersih agar terhindar dari penyakit.
2. Segera berobat jika timbul gejala awal, karena penyakit yang sudah kronis akan sulit untuk  disembuhkan.
3. Hindari faktor resiko terinfeksi.


DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Cacing_tambang. Diakses pada tanggal 11 September 2012

            September 2012
        Diakses pada tanggal 13 September 2012
       Diakses pada tanggal 16 September 2012












Makalah Pediculus humanus capitis

Pediculus humanus capitis BAB I  PENDAHULUAN 1.1    Latar Belakang Perjuangan manusia melawan gangguan  serangga  (Art h ropoda pen...